PADANG - Dua orang dosen Universitas Negeri Padang, Dr. Nofri Yendri Sudiar, dan Dedy Fitriawan, S.Pd., M.Si, tampil dalam kesempatan audiensi di hadapan Gubernur Sumatera Barat beserta OPD (Organisasi Perangkat Daerah) terkait. Kedua dosen tersebut diundang atas nama pengurus APDI (Asosiasi Pilot Drone Indonesia) sekaligus Tim Survey dan Pemantauan Udara Universitas Negeri Padang yang ditugaskan langsung oleh LPPM UNP ke lokasi bencana banjir bandang Agam-Tanah Datar pada 11-12 Mei lalu. Mereka juga didampingi oleh Koordinator Divisi Hilirisasi dan Sosialisasi Riset Pusat Kajian Perubahan Iklim UNP, Mohammad Isa Gautama, S.Pd., M.Si.
Audiensi digelar Kamis siang (23/5) di ruang sidang istana Gubernur Sumbar, Jl. Jend. Sudirman, Padang. Agenda utama audiensi adalah presentasi sumber banjir bandang hasil survey dan pemantauan udara yang dilakukan di seputaran pinggang gunung Singalang dan sekitarnya, pada 14-16 Mei lalu. Hadir di antaranya Kalaksa BPBD Sumbar, Rudi Rinaldi; Kepala Dinas Perhubungan Sumbar, Dedi Diantolani; Kepala Bappeda Sumbar, Medi Iswandi; dan Kepala Biro Adpim Setda Prov Sumbar, Mursalim.
“Teknologi pemetaan menggunakan drone itu sangat dibutuhkan untuk mengidentifikasi potensi kebencanaan pada wilayah pegunungan di Sumbar. Selama ini untuk pengamatan potensi bencana, kita baru mengandalkan pandangan mata dan citra satelit. Alhamdulillah sekarang teman-teman APDI bersedia membantu dengan drone ,” demikian ungkap Gubernur Sumbar, Mahyeldi Ansharullah, S.P, saat membuka audiensi.
Sementara dalam paparannya, Dr. Nofi Yendri Sudiar menjelaskan panjang lebar mengenai hasil pantauan udara seputar titik bencana. Disimpulkan banjir bandang terjadi berkat kontribusi longsoran material tidak saja gunung Marapi, melainkan juga Singgalang dan bahkan sebagian gunung Tandikek. Dari pantauan tim teridentifikasi kejadian longsor besar sebanyak 3 titik di lereng tengah Gunung Singgalang, dimana ketiga titik longsor tersebut melewati 4 aliran sungai dengan mengangkut material longsor yang menghantam 2 jorong, yakni Jorong Pagu-Pagu dan Jorong Baruah Kenagarian Pandai Sikek, Kecamatan X Koto, Kabupaten Tanah Datar.
Keempat aliran sungai yang mengangkut material longsor dimaksud bertemu dengan aliran sungai dari hulu sungai yang berasal dari gunung Marapi yang pada waktu bersamaan juga mengangkut material lahar dingin yang terus bermuara hingga menghantam Pemandian Lubuak Mato Kuciang, Mega Mendung, hingga merusak seluruh area di Lembah Anai yang merupakan akses utama jalan nasional Rute Bukittinggi-Padang.
Hal penting lainnya yang berkembang di tengah diskusi sesuasi paparan adalah, potensi bencana banjir bandang dalam waktu dapat potensial masih terjadi. “Curah hujan yang terjadi pada 11 Mei lalu ternyata belumlah mencapai debit puncak/tertinggi, apalagi kalau kita simak siklus banjir bandang besar seperti yang terjadi pada 1892 dan 1904 berada dalam rentang 100 tahunan sekali,” demikian Dedy Fitriawan, S.Pd., M.Si, yang sehari-hari adalah dosen di Prodi Teknologi Penginderaan Jauh, Sekolah Vokasi, UNP.
Sementara Ketua APDI Regional Sumbar, yang juga merupakan Ketua Pusat Riset Perubahan Iklim UNP dan ahli klimatologi di Jurusan Fisika, FMIPA, UNP mengatakan, “Dengan drone, pemerintah bisa mendapatkan hasil pengamatan yang lebih cepat, jelas, dan detail. Untuk bahan pertimbangan pengambilan kebijakan, APDI dan tim peneliti dari UNP berkewajiban menunjukkan tanggung jawab moral dan pengabdiannya terhadap daerah.”
Disimpulkan melalui forum ini, Gubernur akan merangkul APDI dan Peneliti dari UNP untuk ikut duduk bersama dalam tim Litbang pemetaan titik rawan bencana banjir bandang di Sumbar. [MIG]
Post a Comment