REALITANUSANTARA.COM
Padang – Provinsi Sumatera Barat saat ini berada dalam kondisi darurat rabies. Status ini bukanlah tanpa alasan. Sejak lama, Sumbar sudah dikenal sebagai salah satu daerah endemis rabies di Indonesia. Penyakit mematikan yang ditularkan melalui gigitan hewan penular rabies (HPR) seperti anjing, kucing, dan kera ini masih terus menghantui masyarakat hingga saat ini.
Menanggapi kondisi ini, Pj Kepala Bidang Bina Usaha dan Kelembagaan Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (Disnak Keswan) Sumbar, Nirmala Puspita Dewi, S.Pt., M.Si., menegaskan bahwa persoalan utama yang dihadapi saat ini adalah minimnya ketersediaan vaksin rabies.
“Untuk bisa mengendalikan rabies, minimal 70 persen dari populasi hewan penular rabies harus divaksinasi. Namun kondisi kita saat ini masih jauh dari target, karena jumlah vaksin yang tersedia sangat terbatas. Jika angka vaksinasi tidak tercapai, rabies akan sangat sulit diberantas,” jelas Nirmala saat ditemui wartawan di ruang kerjanya, Rabu (17/09/2025).
Berdasarkan data tahun 2023, jumlah populasi anjing di Sumbar mencapai sekitar 250 ribu ekor. Tetapi, anjing bukan satu-satunya hewan yang menjadi sumber rabies. Hasil pemeriksaan di Laboratorium Veteriner Baso memperlihatkan bahwa 30 persen kasus rabies berasal dari kucing, bahkan sebagian kecil kasus juga dilaporkan dari gigitan primata seperti kera.
"Artinya, ancaman rabies tidak hanya fokus pada anjing. Kucing yang banyak dipelihara masyarakat dan sering berinteraksi langsung dengan manusia juga berpotensi besar menularkan rabies,” tambahnya.
Selain keterbatasan vaksin, Nirmala juga menyoroti masalah hewan liar yang dibiarkan berkeliaran. Anjing jalanan, kucing liar, hingga primata yang hidup dekat dengan pemukiman, menjadi faktor risiko yang sulit dikendalikan.
Rabies, menurutnya, adalah penyakit yang sangat berbahaya. Begitu gejala klinis muncul pada manusia, kemungkinan hidup hampir tidak ada. Data Dinas Kesehatan Sumbar mencatat, setiap tahun terdapat ribuan kasus gigitan HPR. Pada tahun 2023 misalnya, lebih dari 4.000 kasus gigitan terjadi, dengan ratusan korban harus segera mendapatkan vaksin anti-rabies (VAR). Tidak sedikit kasus berujung pada kematian, terutama di wilayah dengan akses vaksin terbatas.
"Rabies bukan hanya masalah kesehatan hewan, tetapi juga ancaman serius bagi manusia. Jika seseorang digigit hewan positif rabies dan tidak segera mendapatkan vaksinasi, risikonya sangat fatal,” tegasnya.
Dalam kesempatan yang sama, Nirmala juga mengkritisi kurangnya perhatian pemerintah pusat terhadap rabies di daerah. Menurutnya, alokasi vaksin lebih banyak diarahkan untuk ternak produktif, sementara anjing dan kucing sebagai HPR utama belum menjadi prioritas utama.
“Kami berharap ada perhatian lebih besar dari kementerian. Jangan sampai rabies terus menjadi ancaman laten di Sumbar hanya karena ketersediaan vaksin tidak memadai,” ujarnya.
Pemerintah Provinsi Sumbar melalui Disnakkeswan juga mengimbau masyarakat agar lebih peduli dalam merawat hewan peliharaan. Anjing dan kucing tidak boleh dilepasliarkan begitu saja, serta harus rutin diberikan vaksin rabies.
Kesadaran masyarakat dinilai sangat menentukan keberhasilan program pemberantasan rabies. Tanpa dukungan dari pemilik hewan, pemerintah sulit mencapai target vaksinasi.
“Kami meminta masyarakat proaktif. Jangan menunggu hewan sakit atau menggigit orang baru divaksin. Pencegahan jauh lebih murah dan aman dibandingkan menunggu rabies terjadi,” jelas Nirmala.
Rabies sendiri bukanlah penyakit baru di Sumbar. Sejak puluhan tahun lalu, provinsi ini sudah menjadi salah satu wilayah zona merah rabies di Indonesia, bersama beberapa provinsi lain. Kondisi geografis yang luas, banyaknya hewan liar, serta keterbatasan sarana vaksinasi membuat penyakit ini terus sulit diberantas.
Untuk menekan angka rabies di Sumbar, Nirmala menekankan perlunya langkah terpadu dari berbagai pihak, antara lain:
1. Peningkatan ketersediaan vaksin rabies dengan dukungan lebih besar dari pemerintah pusat.
2. Program vaksinasi massal hewan peliharaan yang dilakukan rutin dan terjadwal.
3. Pengendalian populasi hewan liar melalui penertiban dan sterilisasi.
4. Edukasi masyarakat mengenai bahaya rabies, pentingnya vaksinasi, dan cara merawat hewan dengan benar.
5. Kolaborasi lintas instansi mulai dari dinas peternakan, dinas kesehatan, pemerintah daerah, aparat nagari, hingga tokoh masyarakat.
"Tanpa langkah strategis yang komprehensif, rabies akan terus menjadi ancaman serius bagi kesehatan manusia maupun hewan di Sumatera Barat,” pungkas Nirmala.(RN)

Posting Komentar