Pemahaman Konsep Dasar Berpasangan dan Berumah Tangga dalam Perspektif Islam.
Dalam pandangan Islam, rumah tangga merupakan lembaga suci yang dibangun atas dasar keimanan, kasih sayang (mawaddah wa rahmah), tanggung jawab, dan kerja sama antara suami dan istri. Rumah tangga bukanlah tempat untuk menunjukkan kekuasaan atau membuktikan siapa yang lebih unggul di antara keduanya, tetapi merupakan wadah untuk saling melengkapi, saling menolong, dan bersama-sama menapaki jalan menuju ridha Allah SWT. Dengan kata lain, pernikahan dalam Islam bukanlah kompetisi, melainkan kemitraan spiritual dan emosional yang bertujuan membentuk kehidupan yang penuh berkah dan kedamaian.
1. Hakikat Rumah Tangga dalam Islam
Rumah tangga dalam Islam memiliki posisi yang sangat mulia. Ia bukan sekadar hubungan lahiriah antara dua insan, tetapi juga merupakan ikatan batin yang dilandasi oleh keimanan dan ketakwaan. Allah SWT berfirman dalam QS. Ar-Rum ayat 21:
“Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antara kamu rasa kasih dan sayang (mawaddah wa rahmah).”
Ayat ini menegaskan bahwa tujuan utama dari pernikahan adalah menciptakan ketenangan (sakinah) dalam kehidupan, disertai dengan kasih sayang dan cinta yang tulus di antara pasangan. Maka, rumah tangga yang Islami adalah rumah tangga yang dibangun di atas landasan cinta yang suci karena Allah, bukan semata-mata karena nafsu duniawi atau kepentingan materi.
2. Peran dan Tanggung Jawab Suami Istri
Dalam rumah tangga, Islam mengatur peran masing-masing pihak dengan sangat bijaksana.
Suami ditempatkan sebagai qawwam, yaitu pemimpin yang bertanggung jawab atas kesejahteraan, perlindungan, dan bimbingan keluarga. Kepemimpinan suami bukan berarti bersikap otoriter, melainkan memimpin dengan keadilan, kasih sayang, dan kebijaksanaan. Seorang suami wajib berusaha memenuhi kebutuhan lahir dan batin istrinya, memberikan rasa aman, serta menjadi teladan dalam beribadah dan berakhlak.
Sedangkan istri adalah pendamping yang setia dan mulia, yang memiliki peran besar dalam menjaga kehormatan diri dan keluarganya. Istri juga merupakan pendidik pertama bagi anak-anak, yang menanamkan nilai-nilai Islam sejak dini melalui keteladanan, kelembutan, dan kesabaran. Keduanya — suami dan istri — saling melengkapi, karena masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan yang dirancang oleh Allah agar saling menutupi serta memperkuat satu sama lain.
3. Penyebab Retaknya Rumah Tangga
Salah satu faktor utama yang sering menyebabkan kehancuran rumah tangga adalah kurangnya pemahaman terhadap konsep pernikahan menurut syariat Islam. Banyak pasangan yang memandang pernikahan hanya dari sisi duniawi, tanpa menanamkan nilai-nilai keimanan dan tanggung jawab spiritual di dalamnya. Akibatnya, ketika muncul perbedaan pendapat, masalah kecil dapat berkembang menjadi besar karena hilangnya rasa sabar, saling menghormati, dan komunikasi yang baik.
Selain itu, campur tangan pihak ketiga sering menjadi penyebab lain yang memperkeruh hubungan suami istri. Pihak ketiga di sini tidak selalu dalam konteks negatif seperti orang yang menjadi penyebab perselingkuhan, tetapi bisa juga berasal dari lingkungan keluarga sendiri, seperti mertua atau kerabat yang ikut campur tanpa memahami batasan syariat. Dalam Islam, keluarga besar memang memiliki hak untuk menasihati, namun harus dilakukan dengan cara yang bijak dan tidak menimbulkan perpecahan. Apabila campur tangan dilakukan secara berlebihan, maka bisa menimbulkan ketegangan dan mengikis keharmonisan rumah tangga.
Lebih dari itu, fitnah dan hasutan dari orang luar juga dapat menjadi racun dalam hubungan suami istri. Kadang ada orang yang tidak senang melihat kebahagiaan pasangan lain, lalu menebar isu, menyebar gosip, atau mengadu domba di antara keduanya. Tindakan semacam ini sangat dilarang dalam Islam karena termasuk dalam perbuatan namimah (adu domba) yang dapat menimbulkan kebencian dan kerusakan hubungan. Rasulullah SAW bersabda bahwa penyebar fitnah tidak akan masuk surga, menunjukkan betapa besar dosanya.
4. Menanamkan Nilai Islam dalam Rumah Tangga.
Agar rumah tangga tetap kokoh, setiap pasangan harus menanamkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari. Di antaranya adalah:
• Sabar dalam menghadapi kekurangan pasangan.
• Saling memaafkan dan tidak memperbesar kesalahan kecil.
• Berkomunikasi dengan jujur dan lembut, bukan dengan emosi.
• Melibatkan Allah dalam setiap keputusan melalui doa, musyawarah, dan istikharah.
• Menjaga rahasia keluarga, tidak menceritakan masalah rumah tangga kepada pihak luar.
• Meningkatkan ibadah bersama, seperti shalat berjamaah, membaca Al-Qur’an, dan saling menasihati dalam kebaikan.
Jika prinsip-prinsip ini dipegang teguh, maka rumah tangga akan menjadi tempat yang penuh berkah, tenang, dan tenteram. Suami-istri tidak hanya menjadi pasangan di dunia, tetapi juga berharap menjadi pasangan di surga kelak.
5. Kesimpulan
Pernikahan dalam Islam bukan sekadar ikatan sosial, tetapi merupakan ibadah yang memiliki nilai spiritual tinggi. Rumah tangga yang dibangun atas dasar iman, kasih sayang, dan tanggung jawab akan menjadi benteng yang kuat dalam menghadapi ujian kehidupan.
Suami dan istri harus saling memahami peran masing-masing, menghindari campur tangan berlebihan dari pihak luar, serta menjauhi fitnah dan prasangka buruk. Dengan menjadikan Al-Qur’an dan Sunnah sebagai pedoman utama, rumah tangga akan tumbuh dalam suasana sakinah, mawaddah, dan rahmah, serta mendapat keberkahan dari Allah SWT.(Ayu)
Posting Komentar